Pages

Wednesday, August 22, 2018

The Power of Five


It's been a while since I gave birth to another child.

Let's take a look back to these past... three, four years? I published my first book in 2014, out of my Vietnam trip earlier that year. I went to Hong Kong and Macau in 2015, and my second child came out to this world by the end of the year. My grand journey to Japan led me to another kid, born only several moments after my Philippines book—both in 2016.

I didn't do any big trip in 2016, and was too busy in 2017 so there was this one year time of childless, until this year, 2018, FINALLY, 

My Australian Joey is Here!

Mate, don't get me started on how the process was. Dreadful -well there you go, I voluntarily explained it anyway. No, not the content because God, would I think twice to retell my Aussie trip in a book and relive that crazy amazing journey???

It's really THE, process, that was so... long, and draining.

See, 2017 was a shitty year in terms of my career. I mean, it was good, but hell it was crazy packed. I barely breathe mate, and that's why I only got to travel once -the big one was once, but the small ones were quiet a lot, thank God. Then 2018 came, and it was like a fvckin redemption to me, as even so far, I've been doing like, what, three, four trips??

It's only natural that finishing this book was super slow, and gotta admit, sometimes I lost willingness -and hope- in actually working on it.

But it's so unfair to give up to him.

My fifth kid, the first one out of Asia, the breakthrough after one full year of publishing no books—the power to see him up on the shelves was so high I forgot the fact that I barely have time and energy to wrap him up!

But the power of five don't lie.
He's out now with his brothers and sisters.

God, FIVE!

I still can't believe it, but my kids
Can be Power Rangers!

Tuesday, August 21, 2018

The Romantic Tale of Me and My Country, Part One: "When Love Grows"


Oke gue akui, gue makin MAGER BANGET update blog ini.

Sumpah ya ada apa sih dengan menjadi dewasa? Banyak banget tanggungan yang harus dipenuhi, tapi waktunya gak banyak huhu trus malah curhat ya pokoknya intinya, gue kangen ngoceh sotoy di sini.

Ini gue bela-belain nulis karena, well, ini udah terlalu terlambat. Acaranya udah jalan, vibenya udah kenceng, dan gue belum mention itu sama sekali. Ya, apalagi yang paling banyak diperbincangkan akhir-akhir ini kalo bukan

A S I A N   G A M E S

Gambar dari sini.

Udahlah gue gamau terlalu banyak cingcong soal betapa besarnya acara ini bagi Tanah Air, betapa ini adalah sebuah milestone bagi negara kita untuk dipandang oleh mata internasional, la la li li bukan, gue lebih pengen ngomong soal perasaan gue sendiri terhadap acara ini, yang sejujurnya,

sangat gue nikmati.

Jujur, pada awalnya gue pesimis. Duh, ini Indonesia. Udah terlalu banyak contoh kasusnya, dan terlalu banyak oknum yang bisa bikin semuanya berantakan dan memalukan bangsa. Jadi meski kehadirannya sudah digembar-gemborkan semenjak dua tahun sebelumnya, gue belum merasa ke-grande-an acara ini sampai akhirnya tibalah 18 Agustus 2018.


The Opening Ceremony

Gambar dari sini.

Sayangnya, gue cuma nonton dari rumah. Dan itu menjadi salah satu penyesalan terbesar gue tahun ini, thanks to the stupid pessimistic side of me.

Gue gak nyangka acara pembukaannya bakal segrande itu, sebagus itu, sedramatik itu. Kaget sih, asli, karena rasa pesimis gue setinggi itu. Apa yang ditampilin di GBK saat itu, menurut gue udah kelas internasional. Agak lebay emang kalo gue bilang gue merinding -padahal cuma liat lewat TV wkwk- tapi ya, gue merinding. Karena ini diliat satu dunia bos! Well, at least diliat satu Asia.

Yang bikin makin hepi adalah karena para performernya cuma muncul secimit-cimit, gak yang satu penyanyi muncul ampe berkali-kali dengan gonta-ganti kostum hey ini bukan konser lau. Gue gak butuh nonton Raisa dan Tulus, yang gue butuhkan adalah pentas yang Indonesia banget, dan untungnya, itulah yang ditampilkan.

Endingnya, ketika para atlet saling oper obor hingga Mbak Susi Susanty naik gunung, yah, bohong sih gue kalo gue bilang gue gak nangis. Untung waktu itu gue sendokiran di rumah, jadi bebas mewek saking bahagia dan bangganya ngeliat itu acara.

Tapi kalo boleh jujur sih ya, ke-nangis-an paling utama gue justru terjadi pas parade atlet dari tiap-tiap negara partisipan Asian Games. Bukan, bukan pas Indonesia -yaa itu lumayan bikin mata banjir sih. Gue banjir parah pas Korea keluar.

Gak mungkin sih. Acara sebagus itu, semegah itu, dan untuk pertama kalinya Korea muncul sebagai Korea. Gak yang selatan aja, gak yang utara aja: Korea. Dan dua perwakilan pemerintahnya, yang duduk di sebelah Pak Jokowi, tiba-tiba bangkit dari duduk dan bergandengan tangan AHELAH NGETIKNYA AJA GEMETERAN GUE CUPU BANGET DAH MASALAH EMOSIONAL GINI-GINIAN HUHU...

Well.

Intinya, setelah opening selesai, gue baru sadar betapa gue telah memandang negara gue sendiri dengan sebelah mata. Dan gue baru sadar kalo ternyata gue cinta banget ama ini negara, cuman gue suka jijik aja sama isinya makanya jadi pesimis.

Asian Games bisa jadi pertanda baik sih.
Bukan cuma buat negara ini doang, tapi buat
Hubungan gue dan negara ini :)

Monday, August 20, 2018

Playmates


One thing I like from my company is, it's not like a company others may think of.

We don't wear formal outfits like those bank employees. We don't work from 9 to 5 like other private-owned organizations. And, this is what I can say I'm so grateful the most of: we don't work with people from different generations.

Yes, my coworkers, are somewhat my age. My division head is like a big sister for us, I use "gue elo" with my direct supervisor, our executive officers, yea they're much older and some of them have kids already, but all still seem so young--so I'd rather call them playmates.

ESPECIALLY, especially this particular group of people. In which we started really small, really close and intimate, that sometimes I forgot that they'rer a part of my professional world that I have to take them seriously. Now I want to tell you more about this people, that here, I want to address as the

"Social Team"

This gon be a long post, and may not be relatable to you so if you don't think it has something to do with you, better save your time and close the tab haha!

And I think it's going to be emotional too. Not the cry-a-river type of emotional ya, more like a personal-biased type of writing. So I guess I'm ditching English for now, and let's PAKE BAHASA INDO UYEAH ULALA I'M FREE FROM MY OWN EGO! (((trus tetep pake Inggris)))

Oke.

Social Team. Jadi semenjak gue masuk Ogilvy, gue udah jadi bagian dari tim ini. Sebenernya anggotanya banyak, tapi waktu itu, dua tahun lalu tepatnya, kita duduknya masih kepisah-pisah. Jadi awalnya gue satu ruang cuma ber-8. Dan formasinya pun ganti-ganti. Sampe akhirnya semuanya bergabung jadi satu, dan Social Team jadi a bit anti-social karena meski sudah bersatu, kita duduk di ruang terpisah dan gak interaksi sama sekali dengan orang-orang Ogilvy lainnya.

But I must say sih, that was our golden era. We juggled we struggled and we made a really good business for ourselves. And because of that, I think, I start considering these people a group of playmates I really feel (too) comfortable hanging out with. That's because

Our Big Boss
Si division head yang tadi gue sebut, lebih kayak “big sister”. Humble, asik, gampang dideketin, kadang suka intimidating sih tapi dalam konotasi bagus loh ya! Trus di keluarga kecil kita ada

The Little Girl
Yang paling mungil, paling bocah, tapi pemikirannya lumayan dewasa dan suka banyak juicy gossip HAHA I love her for this. Dia sahabatan sama

The Chill Woman
Yang saking chill-nya, gue gak nyangka kalo ternyata doi udah punya anak... mayan bully nih orang, tapi chayank.

The ‘Mother’
Diberi tanda kutip karena dia lebih kayak, ehm, indung semang. WKAKAK canda euy. Ini cewek adalah salah satu orang pertama yang kerja bareng gue di Ogilvy. RECEH BANGET sehingga bisa dibilang kami cukup klop ya pemirsa.

The Mother
Ini baru beneran seorang Ibu. Yang paling tua, paling senior dan paling berpengalaman di antara para krucil, dan emang beneran udah punya anak. Kami semua sangat sayang padanya.

The Fancy Lady
Naq gaol, doyan ngopi dan hengot. One of the international-tasted pal that when I start talking to her, I feel... international.

The Twin Sister
Hmm ku agak bingung gimana cara mulai dengan yang satu ini. Hari pertama kita sama. Pas kenalan dan ke HR masih clueless, trus akhirnya dikasitau ternyata bakal satu divisi. Pas naik, ternyata satu ruangan. Pas duduk, ternyata sebelahan. Pas introduction sama supervisor, TERNYATA MEGANG SATU BRAND YANG SAMA! Hal terkocak sih, dan langsung ikrib gitu. Sama-sama doyan Disney, kucing, jokes bego, Sekala, dan segala ketololan lainnya karena ternyata standar ketololan kita sama.

The Bully Big Sis
Bosnya si twin sister. Dulunya supervisor gue, jadi lumayan intimidating karena perawakannya pun emang galak gitu :( Tapi lama kelamaan, yaelah, ternyata dodol juga. Apalagi kalo udah mulai ngomongin Jepang sama Korea adeuh inang... kalo udah ngisengin orang, rusuhnya bukan main, tapi kadang itu sih yang bikin ngangenin uuu so sweet gak akyu?

The Drama Queen
Nah ini. Salah satu yang paling muda, jadi kayak masih hijau gitu. Apa-apa dibikin drama, trus dianggap paling lemah sekantor wakakak sering banget kita berandai-andai kalo kantor kena zombie apocalypse, ini anak pasti yang die duluan.

The Tall Gal
Joinnya mayan belakangan, tapi langsung bebeb aja gitu sama aku dan anggota tim lainnya. Doyan banget nyekokin orang, jadi kadang gue suka trauma deket deket dia wkwk tapi tetep luv.

The Eonnie
Yang paling cutesy sekantor karena doyan per-Korea-an dan Disney Tsum Tsum. Trus kalo ngomong kayak inyiminyi unyumunyu aaawww -paansi gue elah. Tapi ya emang gitu orangnya gimana dong???

The Brocode
Jadi gini. Pas gue baru masuk, di ruangan yang isinya cuma 8 orang itu, 7 di antaranya wanita. Oke? TUJUH. Jadi tiap hari kalo gak ngomongin makanan, make up, gosip, ya... makanan. Lalu datanglah orang ini. Yang kehadirannya aja udah bikin gue merasa kembali maskulin. Tapi ternyata, kedoyanan kita sama. F1, kartun-kartun 90an, stupid international jokes and puns, F1, F1, F1! He completes me even The Twin Sister said that I win big time because of his arrival to the team!

The Loud Girl
Yang ini juga salah satu temen akrabku. Kenalnya baru belakangan karena dia bukan salah satu anggota akuarium-terkungkung-berisi-hanya-8-manusia-nelangsa itu. Tapi lelucon dan kebodohan kami berada dalam level yang sama, yang seringkali memeriahkan suasana ruangan kami yang sebenarnya sudah meriah—karena gue suka cot, dan dia nyablak ke-Betawi-an gitu.

The Swag-chan
Satu lagi si gubluk dari gua Social. Males ceritain soal dia karena isinya becanda mulu, takut ngalor ngidul. Udah gitu orangnya sekarang di Jepang ahelah aku kan iri dengki :(

The Best Account
Mon maap ya para account yang lain, tapi kalo ditanya siapa yang debez, wanita ini jawabannya. Karena deadline bisa ditawar, kerjaan banyak tapi bisa dicicil, dan SERING NRAKTIR GUE SESUATU. Udah gitu dodol juga orangnya. Bersama si Swag-Chan, gue dan Best Account adalah primadona dari acara paling fenomenal sejagat dunia hiburan Ogilvy.

The International Student
The most rational of all, and speaks English almost all the time that it somewhat becomes a neutralizer for me when I’ve had enough of the team’s imbecile madness. But no, that doesn't mean that she's normal sih bcs sometimes she's also crayzeehh (NO ONE IN SOCIAL IS NORMAL!).

The Unknown Uncle
Lol. Ini orang agak gajelas kehadirannya, tapi mayan berkesan karena muncul di golden era.

The Sass Counterpart
Hm ini dia. Awalnya gue kira dia semacam cewek snob yang males begaul sama kaum proletar gitu. Ternyata dia proletar juga kawan kawan haha canda. Kita berdua kan ceritanya sama-sama jetset di bidangnya masing-masing, jadi kalo lagi ketemu kayak suka gamau kalah dan ke-snob-annya pun membuncah. Tentu saja maksudnya hanya bercanda, tapi kadang beneran juga sih HAHA.

The Writer Partner
Masuk ke Tim Creative. Shoutout pertama buat cewek ini, karena kita adalah THE ONLY WRITERS OF THE TEAM. Berak berak sih, kadang suka ngap ngapan kalo ngebayangin masa lalu. Apalagi kalo udah ada desas desus pitching uhuyy lempar lemparan deh tu ah kayak main voli. Untung kita sama sama kuat, tegar, suka kucing, suka tolol, dan suka suki lainnya sehingga keakraban ini membuat kita saling mendukung untuk bisa bertahan hingga kini. Tapi itu gak berarti kita akan mau di sini berlama-lama loh ya *ea eaaa apaan nihh maxutnya?????*

The Intern(s)
Di masa masa kechayangan, kita pernah punya dua intern -dan DUA DUANYA DESIGNER YA HELLO YANG RESOURCENYA TERBATAS ITU ADALAH KAMI PARA WRITER KENAPA YHAA hehe tapi yaudah buktinya ku enjoy- yang jujur, dua-duanya di-abuse abis abisan HAHA. Yang satu bahkan balik lagi sebagai freelance untuk dipasangkan dengan diriku, dan akhirnya diangkat karyawan HAHA. Dan kisah kami berdua sekarang, mungkin tidak akan kuceritakan di sini karena bisa menodai keindahan dan kesakralan golden era Social :)

The Fool One
Dari tadi padahal udah banyak ya orang-orang tolol. Tapi kenapa hanya dia yang diberi titel “The Fool One”? Ya jelas karena dialah ratu dari segala kebodoran duniawi. Kadang suka gak ngerti sama jalan pikirannya sih, tapi kadang emang cucok aja gitu kalo udah sahut-sahutan. Hal paling berkesan tuh ya pas nginep beduaan di kantor lah! Fix gak akan lagi bisa bikin cerita kayak gini: lembur, jam 4 tersadar kalo kita ga mungkin bisa pulang, lalu memutuskan untuk nginep, bobo, dan jam 8 bangun karena kegep sama si Writer Partner. TERCYDUQ.

The Big Bro
Kehadiran lelaki yang ini juga bikin gue jadi agak waras. Emang, gue udah punya si Brocode. Tapi dia versi internasional. This Big Bro, dia yang lebih lokal. Awalnya gue pikir dia tipe orang yang gak bakal mainan sama gue kan -mukanya galak, penampilan ala ala rocker- tapi semakin kenal semakin akrab, terlebih karena kita sama-sama doyan segala kartun dan perintilan era 90an! Trus dulu awal-awal kita sering banget lembur bareng, hingga akhirnya ia merajut kasih dengan The Little Girl hingga... gak hingga apa apa sih, tetep akrab kok ampe sekarang haha. Level jokes jangan ditanya, karena kalo jayus, mana mungkin bisa betah sama gue? :)

The Big Sis
Haha makin ke bawah makin panjang nih kayaknya. Yang ini, adalah partner sejati gue di creative. Dari awal gue paling banyak kerja tektokan sama dia. Awalnya masih cool, gak bawel, mungkin karena baru kenal kali? HAHA tapi lama-lama keliatan juga aslinya. Dan interest kita banyak yang sama jadi kalo kerja kadang gak kerasa kayak kerja. Gak lama gue masuk, dia menikah. Lalu hamil. Pas dia hamil ini Social lagi sibuk sibuknya, jadi gue makin sering kongko bareng dan mengakrabkan diri dengan si jabang bayi -apeuu. Setelah si kecil terlahir ke dunia, jujur ya, gausah pake jaim lagi, gue takut dia cabut. Idk kayak belum siap aja punya partner baru haha! Ujung ujungnya doi balik sih, tapi rolenya sekarang beda karena dia harus tiga hari seminggu WFH. Tapi idk, gue kayak tenang aja gitu walopun udah gak kerja bareng lagi hehe MAKIN SO SWEET AJA NIH GUE KAYAKNYA :)

The Father
Wadu. Gimana ya. Oke. Jadi pas awal masuk Ogilvy, tim creative Social kagak punya CD LHA GIMANA ATULAH??? Jadi tiap ada campaign atau apa, kita para kodok ngide aja sendiri gitu beduaan sama partnernya, sukur sukur kalo ada intern bisa terbantu. Itu berlangsung setaun lebih, dengan iming iming “sabar ya, bentar lagi kalian punya CD” tapi ya tiba tiba sabarnya udah setaun ajatu :) Hingga akhirnya janji yang dinanti pun tiba. Agustus 2017, Social Creative AT LAST, punya CD. Masih muda, tapi kita panggil dia BAPAK -bodoamat. Jujur setelah dia tiba, beban jadi sedikit terangkat. Jalan jadi lebih terang karena sekarang ada yang ngarahin. Gak selalu mulus emang, tapi justru lebih bagus karena kita jadi terbiasa buat defend argument. Dan karena dia juga, gue sama The Writer Partner jadi terdorong buat ikutan Daun Muda dan, ehm, masuk shortlist 10 besar pemirsa hehe meski gak menang sih tapi ya ITS GOOD OLREDY! Well to sum up, he’s one of the best addition to the team, and believe it or not, he was the last one that came during our golden age.

Guys guys, tenang belum selese. Itu baru preambul. Baru perkenalan tokoh tokoh yang ada dalam novelku yang bertajuk “Bahtera dan Nestapa Ogilvy Indonesia”. Gue baru mau masuk ke inti konflik dan kenapa sampe akhirnya gue menelurkan mahakarya ini dalam blog gue. Sudah siap?

Setelah The Father masuk, of course, banyak orang lain yang hadir ke dunia Ogilvy. Tapi keadaan waktu itu mulai berubah. Social masih sangat prima, the best malah dibandingin dengan departemen lain di Ogilvy. Tapi ya mungkin benar kata pepatah, bahwa gak selamanya kita akan selalu berada di zona nyaman kita -emang ada pepatah kayak gitu?

It all began when our Drama Queen left. Agak shock awalnya, karena kita gak begitu terbiasa ditinggal resign sama temen temen Social -well life was awesome why do you have to leave?? Gak lama berselang, ‘Mother’ ikutan cabut. Gue sama Twin Sister gue udah mayan ehe ehe panik pemirsa, karena dua duanya batch kita tuu. By that time, the Swag-chan juga udah byebye karena dia menikah dan pindah ke Jepang. Well, three gone, dan kantor mulai kerasa aneh.

Trus sebuah perubahan besar terjadi di kantor, dan kayaknya ini deh point di mana Ogilvy mulai kerasa jadi agak kurang sreg. Jadi sekarang gak ada lagi tuh Social Ogilvy, PR Ogilvy, lalalili sekarang semua cuma satu, ONE, Ogilvy. Lalu terjadilah segala adaptasi, restructure dan tetek bengeknya, yang membuat beberapa orang lantas mulai gak betah. Creative pun pindah semua jadi satu lantai, meninggalkan para account di lantai bawah. Lalu The Chill Woman cabut. Disusul si Eonnie... dan The Bully Big Sis. Si Big Sis ini bisa dibilang cukup menggemparkan, karena kita semua tau dia sangat hardworking dan cocok dengan pace di Ogilvy. Tapi buat gue personally, yang lebih menggemparkan lagi sih ya yang setelah ini. Guess who?

The Brocode. Like I told you, kehadiran dia membuat gue lebih LAKI -meski sekarang udah banyak lelaki tambahan di tim Social, tapi tetep aja dia ini yang pertama kali mengembalikan kepercayaan diriku. Then the idea of having no one to talk to after a great race weekend each week, no one to go jogging with -ya, tiap minggu, bahkan pas bulan puasa pun, kita ada sesi lari beduaan doang wk- and bitch about life while running, no one to have stupid international jokes and puns with, ugh, kinda broke my heart -KINDA ya, Arga, if you read this one, remember that my pride is high up there :)

Semenjak dia cabut, sebenernya gue udah pengen banget mulai nulis cerita ini. Tapi yaa you know, works existed. And what happened after that was really, emotionally draining. Karena gak cuma satu atau dua orang lagi yang cabut, tapi banyak, dan berturut-turut... makanya butuh waktu untuk recover dan mulai nulis. My Best Account left next. Sad, tapi dia mau nikah dan pindah jadi ya... kita gak bisa berbuat apa apa -azek. Trus The Little Girl. Ini juga gak disangka-sangka karena gue selalu beranggapan kalo honey booboo-nya, the Big Bro, justru bakal cabut duluan. Tapi ternyata salah. Semua gak ada yang bisa ditebak, termasuk ketika yang satu ini juga memutuskan untuk keluar.

The Twin Sister. Tai sih -loh kok tiba tiba gak pake filter?- pas gue tau dia mau cabut. Terpukul sebenarnya. Karena pertama, ya, kita mayan deket. Tapi kedua, yang bikin gue termenung sepanjang sisa hidup gue di Ogilvy adalah... dia ini first day-nya sama kayak gue. Sesama itu, sebareng-bareng itu. Dan sekarang dia telah move on menemukan tempat bernaung yang baru, sedangkan gue masih di sini hampir mau tiga tahun. I know, it’s my call to do the same. Tapi gatau kenapa gue merasa gue masih harus stay dikiiiiittt lagi, meskipun gatau sampe kapan. Nah “gatau sampe kapan”nya ini yang bikin gue sering meratap nanar ketika temen-temen gue ini satu per satu pergi dari Senayan.

Trus gak lama si Fool One yang cabut. One of my best friend too. Makin keder gue. Dan di hari yang sama gue pun baru tau kalo si Fancy Lady juga akan hengkang. Seseorang yang gue tau sangat betah dan sangat sejalan dengan visi misi Ogilvy, pun akhirnya pergi.

Ini fix minggu yang sangat gila sih buat gue, that week commencing of June 25th. Karena banyak banget tabir tabir tersingkap, yang bikin gue mikir terlalu banyak. Dan di tengah segala kondisi gundah gulana ini, setelah berdiskusi dengan sisa sisa Social yang masih bertahan, The International Student memutuskan untuk pergi juga. Menyisakan hanya satu lagi sahabat tolol gue dari account side: The Loud Girl. Yang pastinya lo tau apa yang selanjutnya terjadi. Ya, dia juga memutuskan untuk cabut.

Beberapa hari belakangan bareng mereka bikin gue sedih sih, jujur. Karena abis mereka cabut, ya udah aja sih Social yang dulu itu udah gak ada sisanya. Apalagi pas si bachyot ini pergi. Udah deh gak ada lagi tuh temen bawel, partner berantem, pasangan norak, dan sumber gosip kehidupan... yhaaa masih ada anak creative sih, dan orang orang baru yang gue udah mulai kenal.

But these people... are the reasons why I survived so long haha tae sok sweet.

Hm. I think this is the longest blog post I ever done here. Well it’s been a hell of a journey! Almost three years now in Ogilvy, no wonder if the story gets long!

I’ve made some list posts like this before, tributed to my high school friends and uni friends -those are the ones I clearly remembered, maybe I made some others, but idk I forgot- but this one I think is the most emotional one. Well basically it’s because at first you didn’t know when it’s going to end. With high school and campus, you knew it’d only last a year, or maybe two tops. But with work, you’re clueless. No one knows who’d leave first, later, the last, no one even knows about their own future.

Well.

I don't care what others say but for me, we're still THAT Social Team.

The team that once was so solid, was having so much fun, partied like animals, went to Hong Kong while the rest of the company rotted in Jakarta.


Will attach a closing picture here.


The team that was formed in a professional scope,
Yet turned out to be playmates.

Tuesday, August 14, 2018

A Dilemmatic Fan

Imagine that you're a new fan of something awesome.

You began to love its actions. Its progresses. Its characters, its identities, its colors, its back stories and whatever related to it. You've then been to places they been to. Come to places they fought at. Just be present for them, to support them, for at least these past two years.

Imagine all those fanships you've been through.
And that "something awesome" left.

Daniel Ricciardo is Leaving for Renault.

Fudge, really... anyways, pic's from here.


No, the guy is not leaving F1.
But he's leaving the team I thought I'd cheer for quiet some time.

But to have my favorite driver leaving my favorite team, now it left me with two options: should I keep on Daniel's side, or should I stay being a Red Bull fan, cheering for Max and God knows who the other driver will be? Should I be a fanboy of a guy, or a supporter of a team?

Well I guess I'm the first type of fan.

Dang, it's such a shame, because I like Red Bull. A lot. I grew fond for the team. I bought the car replica when watching the Singapore Grand Prix. I bought the big banner when attending the Malaysia Grand Prix. I'm planning to buy a freaking not-at-all-cheap jersey when coming for Japan Grand Prix later this year, for it'd be so weird to be a part of the Honda-fans crowd while not wearing any Red Bull attributes!

Being on top-tier of the grid, but not necessarily on the highest of the rank, it's really fun to watch Red Bull. There were times when they had to lose, but more times when they won, so it was just so fun with the rollercoaster non-frustrating times! I've been to Singapore, Sepang, and will go to Suzuka for this team, and none of them failed me nor would later. Now that I have to learn how to love Renault, I don't know if I'd have the same euphoria.

Honestly, it's a no brainer consideration, really. I could just support anyone or any team, and still have fun watching F1 despite whoever wins. But still, it's much nicer when you're attached to something, no?

So yea I'm staying with Daniel.
But I guess it's no harm to still follow Red Bull's streak, eh?
Being a double agent or something?